21 December 2008

10 Things We Need To Know

1. God wants spiritual fruit, not religious nuts.

2. There is no key to happiness. The door is always open.

3. Silence is often misinterpreted but never misquoted.

4. Do the math. Count your blessings.

5. Faith is the ability to not panic.

6. If you worry, you didn’t pray. If you pray, don’t worry.

7. As a child of God, prayer is kind of like calling home everyday.

8. The most important things in your house are the people.

9. When we get tangled up in our problems, be still. God wants us to be still so He can untangle the knot.

10. A grudge is a heavy thing to carry.

16 December 2008

Sopir Taksi Vs Pak Polisi

Cerita dibawah ini di forward ke email gw sama om gw. Tentang taxi yang ditumpangin temen om gw ditilang sama polisi.


Polisi (P) : Selamat siang mas, bisa lihat Sim dan STNK?

Sopir ( Sop ) : Baik Pak

P : Mas tau kesalahannya apa?

Sop : Gak pak.

P : Ini nomor polisinya gak seperti seharusnya (sambil nunjuk ke plat nomor taksi yg memang gak standar dan langsung mengeluarkan jurus sakti mengambil buku tilang lalu menulis dengan sigap)

Sop : Pak jangan ditilang deh. Wong plat aslinya udah gak tau ilang kemana. Kalo ada pasti saya pasang.

P : Sudah saya tilang saja. Kamu tau gak banyak mobil curian sekarang? (dengan nada keras !! )

Sop : (Dengan nada keras juga) Kok gitu! Taksi saya kan ada STNK nya, pak. Ini kan bukan mobil curian!

P : Kamu itu kalo di bilangin kok ngotot (dengan nada lebih tegas). Kamu terima aja surat tilangnya (sambil menyodorkan surat tilang warna MERAH).

Sop : Maaf pak saya gak mau yang warna MERAH suratnya. Saya mau yg warna BIRU aja.

P : Hey! (dengan nada tinggi). Kamu tahu gak sudah 10 hari ini form biru itu gak berlaku!

Sop : Sejak kapan pak form BIRU surat tilang gak berlaku?

P : Inikan dalam rangka OPERASI, kamu itu gak boleh minta form BIRU. Dulu kamu bisa minta form BIRU, tapi sekarang ini kamu gak bisa. Kalo gak kamu ngomong sama komandan saya (dengan nada keras dan ngotot).

Sop : Baik, pak. Kita ke komandan bapak aja sekalian (dengan nada nantangin tuh polisi).

Berani bener sopir taksi ini.

P : (Dengan muka bingung) Kamu ini melawan petugas?!

Sop : Siapa yg melawan?! Saya kan cuman minta form BIRU. Bapak kan yang gak mau ngasih.

P : Kamu jangan macam-macam yah. Saya bisa kenakan pasal melawan petugas.

Sop : Saya gak melawan?! Kenapa bapak bilang form BIRU udah gak berlaku? Gini aja pak saya foto bapak aja deh. Kan bapak yg bilang form BIRU gak berlaku (sambil ngambil HP).

Wuih ... hebat betul nih sopir. Berani. Cerdas. Trendy (terbukti dia mengeluarkan hpnya yang ada berkamera).

P : Hey! Kamu bukan wartawan, kan?! Kalo kamu foto saya, saya bisa kandangin (sambil berlalu).

Kemudian si sopir taksi itupun mengejar itu polisi dan sudah siap melepaskan shoot pertama (tiba-tiba dihalau oleh seorang anggota polisi lagi).


P 2 : Mas, anda gak bisa foto petugas sepeti itu.

Sop : Si bapak itu yg bilang form BIRU gak bisa dikasih (sambil tunjuk polisi yg menilangnya).

Lalu si polisi ke 2 itu menghampiri polisi yang menilang tadi. Ada pembicaraan singkat terjadi antara polisi yang menghalau si sopir dan polisi yang menilang. Akhirnya polisi yang menghalau tadi menghampiri si sopir taksi.

P 2 : Mas mana surat tilang yang merah nya? (sambil meminta)

Sop: Gak sama saya pak. Masih sama temen bapak tuh (polisi ke 2 memanggil polisi yang menilang).

P : Sini tak kasih surat yang biru (dengan nada kesal).

Lalu polisi yang nilang tadi menulis nominal denda sebesar Rp. 30,600,-

P : Nih kamu bayar sekarang ke BRI. Lalu kamu ambil lagi SIM kamu disini, saya tunggu.

Sop : (Yes!!) Ok pak ... gitu dong kalo gini dari tadi kan enak?

Kemudian si sopir taksi segera menjalankan kembali taksinya

P : Pak .. maaf kita ke ATM sebentar ya ... Mau transfer uang tilang .

Saya : Ya silakan.

Sopir taksi pun langsung ke ATM

Sop : Hatiku senang banget pak, walaupun di tilang, bisa ngasih pelajaran berharga ke polisi itu. Untung saya paham macam2 surat tilang. Pak kalo ditilang kita berhak minta form Biru, gak perlu nunggu 2 minggu untuk sidang. Jangan pernah pikir mau ngasih duit damai. Mending bayar mahal ke negara sekalian daripada buat oknum.

Dari obrolan dengan sopir taksi tersebut bisa diinfokan sebagai berikut:

SLIP MERAH, berarti kita menyangkal kalau melanggar aturan dan mau membela diri secara hukum (ikut sidang) di pengadilan setempat. Itupun di pengadilan nanti masih banyak calo, antrian panjang, dan oknum pengadilan yang melakukan pungutan liar berupa pembengkakan nilai tilang. Kalau kita tidak mengikuti sidang, dokumen tilang dititipkan di kejaksaan setempat. Disinipun banyak calo dan oknum kejaksaan yang melakukan pungutan liar berupa pembengkakan nilai tilang.

SLIP BIRU, berarti kita mengakui kesalahan kita dan bersedia membayar denda. Kita tinggal transfer dana via ATM ke nomer rekening tertentu (kalo gak salah norek Bank BUMN). Sesudah itu kita tinggal bawa bukti transfer untuk di tukar dengan SIM/STNK kita di kapolsek terdekat dimana kita ditilang. You know what!? Denda yang tercantum dalam KUHP Pengguna Jalan Raya tidak melebihi 50ribu! dan dananya RESMI MASUK KE KAS NEGARA.

Hope this will help you

13 November 2008

Sediakan Waktu

Sediakan waktu untuk berpikir, itulah sumber kejernihan.

Sediakan waktu untuk bermain dan bersantai, itulah rahasia awet muda.

Sediakan waktu untuk membaca, itulah landasan kebijaksanaan.

Sediakan waktu untuk berteman, itulah jalan menuju hidup bermakna.

Sediakan waktu untuk bermimpi, itulah yang membawa anda ke bintang.

Sediakan waktu untuk mencintai dan dicintai, itulah hak istimewa dari Tuhan.

Sediakan waktu untuk melihat sekeliling, waktu anda terlalu singkat untuk hidup dalam dunia anda sendiri.

Sediakan waktu untuk tertawa, itulah musik bagi jiwa.

Sediakan waktu bersama keluarga, itulah mutiara paling indah.

Sediakan waktu pribadi untuk Tuhan, itulah sumber kekuatan.


(Renungan Harian edisi Oktober 2008)

16 October 2008

Don't Ask Why When You Know Why

Why do I feel like such a dumb, when I know that I am a smart?

Why do I think like I’m going to fail, when I know that HE blesses me to success?

Why am I doubt, when I always say “I surrender all”?

Why am I afraid, when I know that I can pass through this?

Why should I think like an idealist, when I know that nothing’s perfect?

Why do I feel so lonely like a single fighter, when I know that I can just fall down on my knee to pray, talk to HIM and feel HIS embrace?

Why should I ask why, when I know why?

11 October 2008

Cried For (No) Reason

Did you ever cry for something that you don’t exactly know? Saya iya. Dan baru semalam pula. Okay, actually, I cried for reasons (plural!!!). Kemarin itu sangat menyenangkan. Saya sama temen saya, Friska, nonton Laskar Pelangi di Blitz. Saya ditraktir makan di My Hanoi House. Book hunting di Gramedia dan Periplus. Jalan ngelilingin MKG 1-5 (bolak-balik, busyet. hehe) sambil ngobrolin banyak hal. Trus makan es krim di Cold Stone juga sambil ngelanjutin obrolan yang kayaknya kagak ada habis2nya. See, I had a fun day. Quite fun. But why the heck I cried?
Semalam saya nonton (lagi) Grey’s Anatomy. Episode tentang bom aktif yang siap meledak kapan aja yang (gilanya!!) ada di dalam body cavity seorang pasien yang lagi sekarat. Dengan amat sangat hati2 bom nya berhasil dikeluarin dari body cavity trus dibawa keluar OR sama ketua bomb squad-nya. Baru beberapa langkah dari OR, tiba2 bom itu meledak ditangan si ketua bomb squad. As you know, he died. Then, I cried.
Saya jadi mikir, gimana kalo ternyata suatu hari saya bangun dan itu adalah hari terakhir saya hidup didunia ini? Gotta tell you, sampai saat ini yang dipikiran saya cuma ada Tuhan yang saya sembah dan kedua orang tua saya. Apa yang udah saya kasih ke mereka? Apa yang udah saya lakukan untuk mereka?
Sampai saat ini aja saya masih depend banget sama orang tua saya. Ada apa2, pasti langsung telpon papa n mama. Mostly for financial things. I’m still jobless, fyi. Orang tua gw adalah kekuatan yang Tuhan kasi buat saya. Udah penat banget rasanya dengan my jobless situation ini. Kalo bukan karna suntikan semangat dari orang tua saya, nggak tau deh bakal gimana saya menghadapi situasi ini.
Saya yakin mereka ngertiin saya bangettttt. And I thank God for that. Untuk orang tua saya, hanya satu yang saya pengenin: liat mereka bahagia menikmati hidup mereka. I believe that’s what every child wants for their parents.
Uh, saya mo nangis lagi nih. Huhuhu. . . Ketahuan penyebab saya tiba2 nangis. Selain hormon keparat, saya juga kangen banget sama orang tua saya!!! Sumpah, saya kangen banget sama papa-mama saya.
Yah, meleleh lagi deh nih.
Udahan ah. . . .


27 September 2008

Belajar Respek

Di kos-an saya udah mulai sepi nih. Beberapa anak2 udah pulang kampung. Tinggallah nanti (kayaknya) saya sendiri. Duh sedih banget sih. Enak temen2 kos saya yang kampungnya nggak jauh2 dari Jakarta -masih di pulau Jawa juga gitu. Nggak kayak saya. Kalo mo pulang harus banyak pertimbangan karna pasti berat di ongkos. Huh, agak menyebalkan memang.
Probably, yang paling nybelin adalah karna pembantu di kos saya (technically) pulang kampung besok, tapi hari ini udah nggak masuk lagi. Though only for two weeks but still a big lost, you know!!! Haha. Lebay saya. Selama dua minggu itu artinya saya harus nyuci baju saya sendiri sama setrika baju saya sendiri juga. Sucks. Emang sih dipermudah dengan adanya laundry machine di kos saya, tapi tetep aja saya paling ogah kalo nyuci baju. Kalo disuruh milih ngerjain houseworks, mending saya nyuci piring deh. Hmmph, paling juga saya bawa ke tukang laundry kilo-an deket kos saya. Hehe. Tetep cari yang gampang ya, bho.
Kalo gw pikir2 lagi, saat kayak skarang baru deh ngerasain bener arti kehadiran orang2 yang keliatannya nggak penting dan sering kita abaikan itu, sangat kita perlukan. Kayak mba Yama, pembantu di kos saya itu. Atau sopir kita. Atau satpam. Atau office boy di kantor kita. Atau tukang kebun kita. Atau baby sitter anak2 kita. Mungkin keliatannya mereka kecil di hadapan kita. Tapi justru merekalah yang mempermudah kita melakukan hal2 yang kita nggak bisa atau nggak sempet karna kita nggak ada waktu. Dan berapa banyak dari kita yang banyak kali nggak menghargai kehadiran mereka. Nggak ngucapin terima kasih ke mereka. Atau malah sering marah2 kalo mereka salah ngikutin perintah kita.
Saya jadi inget kejadian kemaren waktu saya di angkot lagi otw mo ke Carefour. Ada cewe, early twenties gitu, ikut naik angkot yang sama dengan saya. Nggak begitu saya perhatiin sampai tiba2 dia ngomong ke sopir.

Si mba : "Bang, saya mau ke Senen tapi duit saya hanya ada tiga ribu, nggak pa2 yah bang?"

Untung sopir angkotnya baik dan nggak dipermasalahin.

Si mba : "Bang kalo saya mo ke stasiun Jatinegara masih jauh yah?"

Otomatis saya dan seorang penumpang lain ngangguk2 dan bilang : "Masih jauh mba." Muka si mba itu langsung takut gitu dan gelisah banget. Saya langsung ngeh kalo si mba ini pasti baru kali ini ke Jakarta dan masih belom lama tinggal di Jakarta. Saya tambah kasian lagi begitu di (lagi2) nanya ke penumpang yang duduk deket dia soal gimana caranya ke stasiun Jatinegara. Yang paling bikin tambah kasian waktu dia ngomong lagi : "Saya nggak tau, soalnya tadi cuma diturunin di jalan sama majikan saya."
Oh my God, tega bener tuh si majikannya. Nurunin gitu aja dijalan padahal dia nggak tau trus hanya dengan duit tiga ribu pula. Saya sih nggak tau yah kalo beneran atau hanya akting dia aja. Tapi kalo liat dari tampang si mba yang takut, gelisah, dan polos-ala-orang-dari-kampung, saya yakin dia beneran nggak ngerti apa2.
Now's the time to learn more about respect. Terlebih respect dengan orang2 "kecil" disekeliling kita tapi jasanya ke kita lumayan gede.

25 September 2008

"Divortiare", Have You Read That?

Pernah, waktu jalan2 ke toko buku, liat novel yang covernya kayak gambar disamping? Udah pada baca belom? Kalo belom, saya saranin untuk dibaca.
Divortiare adalah judul fiksi metropop dari Ika Natassa, setelah sebelumnya A Very Yuppy Wedding (AVYW). Dari judul sama cover bukunya, pasti ketahuan kalo ceritanya berbau perceraian. Divortiare bercerita tentang seorang banker muda sukses bernama Alexandra yang sudah dua tahun living single dengan status janda, dan selama itu juga berusaha keras untuk menghapus bayang2 Beno, mantan suaminya. Ditambah karna ia memiliki tato (on her left boob) bertuliskan empat huruf nama sang mantan suami. Bagi Alexandra, hanya tato itulah yang mengingatkannya bahwa -walau bagaimanapun- ia pernah mengalami masa2 bahagia bersama Beno. Tapi tato itu jugalah yang membuatnya benci dengan Beno karna telah menjadikannya janda diusia muda dan membuatnya kehilangan kepercayaan terhadap apa yang namanya pernikahan. Dan walau kemudian ia memutuskan menghapus tato itu, bukan berarti kenangan akan Beno ikut terhapus. Atas saran dari Wina, sahabatnya, Alexandra mencoba membuka hatinya untuk pria lain. Denny, gebetan lama semasa kuliah, keliatan sempurna untuk Alexandra. Sama2 banker, super pengertian dan perhatian, sabar menghadapi Alexandra yang emosinya agak me-letup2. Tapi masuknya Denny dalam kehidupan ALexandra pun nggak lantas membuatnya langsung bisa melupakan Beno. Takdir selalu mempertemukannya dengan si mantan suami dalam berbagai situasi yang nggak terduga.
Pada akhirnya, berhasil nggak sih Alexandra melupakan Beno, dengan menerima ajakan nikah dari Denny? Well, you have to buy the book and read it.
Di Divortiare ada kejadian2 yang nggak terduga yang dialami Alexandra. Jadinya buku ini seru untuk dibaca. Kayak waktu Alexandra tanpa sadar memanggil Denny dengan "Ben" bukannya "Den" -gokil banget bisa ampe nyebut nama pacar dengan nama mantan suami. Haha. Apa yang dialami Alexandra sangat menghibur. Ada romantisnya. Ada kocaknya. Juga ada sedihnya -tapi bukan yang mellow tolol gitu.
The story of Divortiare is meaningful and inspiring. Percakapan2 antara Alexandra dan Wina ketika mereka saling curhat, ngingetin saya kalo yang namanya sahabat akan selalu ada setiap saat. Pertengkaran2 Alexandra dengan Beno setiap kali mereka ketemu, bikin saya gregetan dan ikut2an emosi juga. Hehe. Nah, bagian yang paling saya suka dari buku ini adalah narasi si tokoh utama ketika dia mengungkapkan perasaannya, pikirannya, dan keadaannya. Kayak pendapatnya tentang Jakarta yang bukanlah tempat yang tepat untuk memulai sebuah keluarga. Atau tentang pandangan orang2 di Indonesia mengenai wanita dengan predikat janda. Atau tentang when we need to compatmentalize our life. And thanks to this book yang bikin saya merubah pandangan saya bahwa punya suami yang berprofesi dokter pasti oke banget. Haha.
Dibanding dengan AVYW, buku kedua Ika ini lebih bagus. Walaupun porsi cerita tentang pekerjaan seorang banker terlalu banyak didalam novel ini dan beberapa kayaknya nggak penting deh untuk dimasukkan dalam cerita. Tapi dipikir2, lumayanlah untuk menambah pengetahuan saya tentang dunia banking. Masih nyebut2 beberapa big brands juga. Kalo saya liat dari sisi bahasanya, udah nggak "belepotan" lagi kayak di AVYW. Secara yang saya denger kalo bahasa Indonesia nya si penulis agak ancur (hehe, sorry yah mba Ika). Mungkin itu juga sebabnya si yang nulis masih banyak nyelipin bahasa inggrisnya. Ending-nya yang diluar ekspektasi saya, bikin saya gregetan dan nggak sabar menanti keluarnya buku ketiga dari Ika Natassa (siapa tahu Andrea ama Adjie nongol lagi. Hehe). Tapi katanya bakal ada Divortiare 2nd edition. Semoga di 2nd edition itu rasa penasaran saya dan pembaca lain yang udah baca Divortiare terjawab.
Kayaknya buku ini pas banget dijadiin teman selama perjalanan mudik nanti (apalagi kalo jalanan macet). Atau buat yang nggak mudik -kayak saya-, bisa lah jadi hiburan ringan saat liburan nanti.

15 September 2008

Hampir Aja ! ! !

Huiiih. . . Saya nggak tau nih harus bilang apa. Mungkin yang paling tepat adalah "i am so lucky". Jadi ceritanya gini. . . Sabtu -kemarin dulu- saya dapet telepon dari sebuah perusahaan yang ngasih tau kalo saya dipanggil untuk seleksi wawancara kerja. Sebenarnya, sabtu minggu kemaren nya lagi, saya juga ditelepon. Sempet curiga juga karna kenapa juga saya ditelpon hari sabtu, yang bukan hari kerja. Telinga saya menangkap kata NIS ketika disebutin nama perusahaannya. Si perusahaan ini bergerak dalam financial service, kantornya ada di Gedung IDX tower 2 lt. 29.
Secara saya emang lagi butuh banget kerjaan dan saya udah pernah dua kali "mangkir" dari panggilan interview, jadi saya nggak mau lagi melewatkan kesempatan. So, saya langsung siap2 aja.
Yang pertama kali saya lakukan adalah buka lemari pakaian dan segera memilih baju mana yang bakal saya pake. Haha. Penampilan itu penting loh. Next, i went online and googling the company –thank God for google- but i couldn't find it. Tapi tetep saya nekat2 aja walaupun miskin info tentang si perusahaan ini. Saya nyiapin diri dengan baca buku2 tentang job interview & psikotest. Dan semakin saya baca, semakin saya nervous.

Sampe akhirnya, tibalah saya di gedung IDX tower 2. Ngelewatin security check dan menukar KTP saya dengan visitor card gitu.

Saya : "Pak, saya mau ke lantai 29 ke PT NIS.”

Pak Satpam : "Lantai 29 PT MIF."

Hah ??? Kagak salah tuh. Kok MIF bukan NIS ??

Saya : "Saya ke lantai 29, pak."

Pak Satpam : "Iya. Lantai 29 itu MIF."

Gubrakk. . . Ternyata saya salah denger waktu ditelepon. Ternyata nama perusahaan nya MIF dan bukan NIS. Pantas aja waktu saya coba googling yang muncul malah Netherland International School. What was wrong with my hearing, huh?
Fine. Saya tetep maju terus. Karna saya tiba 45 menit lebih awal sebelum waktu wawancara, saya memutuskan untuk nongkrong dulu di Starbucks untuk final preparation –baca2 lagi buku tentang job interview. Ketika lagi menyesap caffe latte pesanan saya, saya dapet ide buat nelpon
Evi temen saya.

Saya : “Vi, tolongin gue donk. Lo google PT MIF.”

Evi : "Sya, ini kan perusahaan yang dulu Christin sempet pernah ikut training nya."

Saya langsung ngeh dan inget cerita tentang perusahaan itu. Evi udah pernah cerita ke saya juga tapi saya nggak inget lagi nama perusahaan nya. Dan Evi kayak nge-rewind lagi cerita itu. Saran dari Evi : "Mending lo cabut aja dari sana skarang. Nggak usah ikut interview-nya. MIF itu perusahaan nggak bener, Sya."
Whoaaa. . . Kok saya bisa nggak mudeng gini sih!!! Langsung lah saya telepon papa sama mama saya dan menanyakan respon mereka. Without no doubt, mama saya bilang "Udahlah, nggak usah." Saya lantas segera menghabiskan caffe latte saya dan cabut dari sana. Waktu dijalan pulang,di dalam taxi, papa saya sms –sms yang menyejukkan hati- bilang : "Papa sarankan balik aja. Tuhan belum berkenan. Gbu." Hmmph. . . Saya susah tidur semalam, trus harus bangun jam 6 pagi, ngabisin duit 60ribu buat taxi, menahan pegelnya kaki karna pake high heels, ternyata hanya buat ngopi sebentar di Starbucks IDX aja?!?! Hahahahaha. But, that's fine. Saya malah bersyukur banget saya nggak sampai naik ke lantai 29 untuk interview. Secara saya tipikal orang yang susah nolak, takutnya saya malah terima2 aja tuh tawaran kerja.
So, here i am again. Still jobless. But not gonna give up. Kayak lagunya Mika yang saya denger dalam perjalanan pulang tadi : "Relax. Take it easy." I'll keep positive. Saya juga jadi inget kata pendeta di gereja kemaren: "Kalo doa sodara belum dijawab, berarti Tuhan sedang nyiapin sesuatu yang sangat besar." Yeah, I keep waiting, Lord. Thanx to Evi who'd saved me. Today, you're definately an angel to me. To my parents, thanks for never give up in supporting me.


06 September 2008

When

Do you know the feeling when you talk to yourself “I should had done that”. When you’re trying not to tregret every choice you’d made. When you have the ability to do something, but the opprtunity doesn’t come yet. When you scare to start something big in life. When you’re exploring the mall with just you. When again you wanna go to school -not for a master degree- with a different major, but you’re not that sure. When your heart and mind are already in the same line, but your body doesn’t want to cooperate. When you have a deepest desire to make your parents proud, but you still not. When you have to lie. When the photos at styleandthecity.com can put a smile on your face. When the plenty of choice around you makes you confuse. When you start to lose your focus on target. When your shopping list gets long, but you nearly run out of money. When you can live with your own rules. When even sleep can’t make your brain stop thinking. When sipping caramel cream frappuccino in Starbucks is one thing that amuses you. When you’re face to face with people who ask about your job while your jobless. When you have no idea with what you really want in life at this moment. When you can’t say no. When you can’t say yes. When sometimes you have to make a quick decision. When you have to answer a call from someone you don’t wanna talk to. When you’re not brave enough to do something out of the box. When you’re really wanna change you hair color back to normal. When you’re bad at managing your finance. When you’re getting lonely. When you know what to do, but you just don’t do anything. When you ask yourself “what is it with me?”, but you can’t answer it. I know those feeling. I’m feeling it right now

02 September 2008

Not a "Dear Diary" This and "Dear Diary" There

"First of all, let me get something straight: This is Journal, not a Diary . . . So just don't expect me to be all "Dear Diary" this an "Dear Diary" there."
(from "Diary of a Wimpy Kid" by Jeff Kinney)

Ehm, akhirnya jadi juga saya bikin blog sendiri. Selama ini hanya jadi blogwalker aja. Dan skarang malah jadi seorang blogger. hehe.
Enjoy my every post, everyone.